Mendaftar HAKI atau tidak?
Tentang Jubing Kristanto, Tugu Selamat Datang, dan Mal Grand Indonesia.
Tulisan ini berawal dari pesan di Instagram yang dibagikan oleh seorang kawan di Grup Whatsapp (GWA). Pesan Instagram itu dibagikan oleh @ArbainRambey seorang jurnalis foto atau fotografer veteran Kompas. Intinya ia ingin bercerita bahwa ada seorang pemusik yang membagikan partitur lagu secara bebas di situs webnya. Nama pemusik itu adalah @JubingKristanto. Alasannya sederhana, karena kalaupun buku partiturnya diterbitkan secara konvensional, pasti ada saja yang membajak. Jadi daripada dibajak, lebih baik dibagikan bebas saja.
Berawal dari situ, saya mencari referensi hal yang tidak berhubungan, awalnya, yaitu tentang Bunderan HI dan Tugu Selamat Datang. Rujukan dari Wikipedia muncul di layar.
Ketika saya baca, di bagian akhir diceritakan bahwa ahli waris Henk Ngantung, desainer Tugu/Patung Selamat Datang yang kala itu menjabat sebagai Wakil Gubernur Jakarta, pernah berseteru dengan pemiliki/pengelola Mal Grand Indonesia (MGI). Perseteruan bermula ketika MGI menggunakan siluet Patung Selamat Datang untuk logonya (lihat evolusinya di bawah ini). Desain tugu yang dibuat tahun 1962 itu, rupanya sudah didaftarkan ke Kemenhukham pada tahun 2009. Sementara MGI mulai beroperasi sejak 2006.
Kisruh itu menyebabkan logo MGI berevolusi sejak 2006 hingga sekarang. Saya menggunakan Milanote.
Saya memang belum pernah mendisain monumen atau bukan ahli waris desainer monumen, tapi aneh juga di mana-mana sudah terkenal sebagai desainer tugu, tapi siluetnya dipakai orang lain, masih marah. :D
Bukankah Tugu Selamat Datang yang sudah menjadi semacam “ikon Jakarta”, sebuah penanda lokasi atau landmark, kenapa kok masih dipermasalahkan oleh ahli waris keluarga Sang Desainer. Nah kalau siluet Monas, apakah juga masih berpotensi dipermasalahkan kalau dipakai oleh orang lain? Bagaimana juga dengan logo Kota Surabaya, logo Kota Bogor misalnya. Bukankah sudah ada banyak yang menggunakan.
Tapi bisa jadi ada cerita lain di belakang kasus itu. Wallahua'lam Bissawab.
Intinya memang ada situasi yang jomplang terkait pendaftaran HAKI suatu ciptaan. Untung DPRD Kota Surabaya tahun 1955 yang membuat surat keputusan tentang logo Surabaya, tidak kepikiran mendaftarkannya ke Kemenhukham.