Selalu ada dilema yang kompleks dan mendalam dalam hati dan pikiran para dosen ketika Dikti memperkenalkan dan mensosialisasikan aplikasi baru. Terjadi pertentangan internal yang signifikan antara rasa penasaran yang menggebu dan keinginan yang tulus untuk mempelajari inovasi terbaru dengan ingatan-ingatan buruk yang masih membekas tentang berbagai kerepotan dan kesulitan yang pernah dialami sebelumnya.
Ingatan-ingatan tersebut mencakup serangkaian pengalaman yang kurang menyenangkan, seperti kesulitan dalam memadankan dan menyelaraskan data yang ada dengan format baru, keharusan untuk mengisi tabel-tabel yang sama berulang kali tanpa adanya fitur otomatisasi, proses mengunggah data yang harus diulang berkali-kali karena berbagai kendala teknis, aplikasi yang sering kali mengalami kemacetan atau error di tengah-tengah penggunaan, serta tutorial atau panduan yang tidak jelas dan sulit dipahami, yang seharusnya membantu tetapi justru menambah kebingungan.
Dalam momen-momen refleksi, kadang kala tercetus penyesalan yang mendalam dan mengakar, terutama ketika kita merenungkan dan menganalisis kembali perjalanan panjang dan berliku dalam pengembangan sistem informasi di perguruan tinggi kita. Sebuah pemikiran yang sering muncul adalah: jika saja kita memiliki pengetahuan dan wawasan dari awal bahwa pada akhirnya semua sistem harus seragam dan terpusat di bawah satu payung, mungkin kita tidak perlu terlalu kreatif, ambisius, dan bersemangat dalam menciptakan dan mengembangkan berbagai aplikasi dan sistem yang beragam dan terkadang tumpang tindih.
Dengan pengetahuan tersebut, kita mungkin bisa menghemat dan mengalokasikan dengan lebih bijak waktu, tenaga, pemikiran, dan sumber daya yang telah kita investasikan secara besar-besaran dalam pengembangan solusi-solusi lokal yang pada akhirnya harus digantikan atau diintegrasikan ke dalam sistem yang lebih besar. Hal ini terutama sangat terasa dampaknya bagi kampus-kampus yang berstatus Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH), yang KONON diamanahi otonomi lebih besar sebagai penghela reputasi bangsa.
Konon begitu…